Meraih Berkah Dengan Mawaris

Ajaran Islam tidak hanya mengatur problem ibadah, tetapi juga mengatur kekerabatan insan dengan sesamanya, yang di dalamnya termasuk juga problem kewarisan. Keberadaan warisan menjadi bukti bahwa orangtua harus bertanggung jawab terhadap keluarga, anak, dan keturunannya.

Dasar aturan waris yang paling utama yakni Q.S.an-Nisa’/4:7-12 dan 176, Q.S.an-Nahl/16:75 dan Q.S.al-Ahzab/33:4 serta beberapa hadis Nabi saw. Posisi aturan kewarian Islam di Indonesia merujuk kepada ketentuan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Inpres No.1 tahun 1991.

A. Menganalisis dan Mengevaluasi Ketentuan Waris dalam Islam
Mawaris merupakan serangkaian kejadian mengenai pengalihan pemilikan harta benda dari seorang yang meninggal dunia kepada seseorang yang masih hidup. Warisan dalam bahasa Arab disebut al-mīras merupakan bentuk masdar (infinitif ) dari kata warisa-yarisu-irsan- mirasan yang berarti berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain, atau dari suatu kaum kepada kaum lain.

Menurut istilah, warisan yakni berpindahnya hak kepemilikan dari orang yang meninggal kepada mahir warisnya yang masih hidup, baik yang ditinggalkan itu berupa harta (uang), tanah, atau apa saja yang berupa hak milik legal secara syar’i.

Definisi lain menyebutkan bahwa warisan yakni perpindahan kekayaan seseorang yang meninggal dunia kepada satu atau beberapa orang beserta akibat-akibat aturan dari final hayat seseorang terhadap harta kekayaan.

Ilmu mawaris biasa disebut dengan ilmu faraidh, yaitu ilmu yang membicarakan segala sesuatu yang berafiliasi dengan harta warisan, untuk terwujudnya kewarisan harus ada tiga unsur, yaitu:1) orang mati, yang disebut pewaris atau yang mewariskan, 2) harta milik orang yang mati atau orang yang mati meninggalkan harta waris, dan 3) satu atau beberapa orang hidup sebagai keluarga dari orang yang mati, yang disebut sebagai mahir waris.

B. Dasar-Dasar Hukum Waris
1. Al-Quran
a. Q.S. an-Nisa’/4:7-12 :
الِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ ۚ نَصِيبًا مَفْرُوضًا ﴿ ٧

(lilrrijaali nashiibun mimmaa taraka alwaalidaani waal-aqrabuuna walilnnisaa-i nashiibun mimmaa taraka alwaalidaani waal-aqrabuuna mimmaa qalla minhu aw katsura nashiiban mafruudaan)

Artinya:
“Bagi orang pria ada hak kepingan dari harta peninggalan ibubapak dan kerabatnya, dan bagi orang perempuan ada hak kepingan (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak berdasarkan bahagian yang telah ditetapkan”.

وَإِذَا حَضَرَ الْقِسْمَةَ أُولُو الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينُ فَارْزُقُوهُمْ مِنْهُ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلًا مَعْرُوفًا ﴿ ٨

(wa-idzaa hadhara alqismata uluu alqurbaa waalyataamaa waalmasaakiinu faurzuquuhum minhu waquuluu lahum qawlan ma'ruufaan)

Artinya :
Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik.

وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا ﴿ ٩

(walyakhsya alladziina law tarakuu min khalfihim dzurriyyatan dhi'aafan khaafuu 'alayhim falyattaquu allaaha walyaquuluu qawlan sadiidaan)

Artinya :
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka belum dewasa yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh alasannya itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.

إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَىٰ ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَارًا ۖ وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرًا ﴿ ١٠

(inna alladziina ya/kuluuna amwaala alyataamaa zhulman innamaa ya/kuluuna fii buthuunihim naaran wasayashlawna sa'iiraan)

Artinya :
Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sesungguhnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).

يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلَادِكُمْ ۖ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ ۚ فَإِنْ كُنَّ نِسَاءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ ۖ وَإِنْ كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ ۚ وَلِأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِنْ كَانَ لَهُ وَلَدٌ ۚ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ وَلَدٌ وَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ فَلِأُمِّهِ الثُّلُثُ ۚ فَإِنْ كَانَ لَهُ إِخْوَةٌ فَلِأُمِّهِ السُّدُسُ ۚ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِي بِهَا أَوْ دَيْنٍ ۗ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ لَا تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا ۚ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا ﴿ ١١

(yuushiikumu allaahu fii awlaadikum lildzdzakari mitslu hazhzhi aluntsayayni fa-in kunna nisaa-an fawqa itsnatayni falahunna tsulutsaa maa taraka wa-in kaanat waahidatan falahaa alnnishfu wali-abawayhi likulli waahidin minhumaa alssudusu mimmaa taraka in kaana lahu waladun fa-in lam yakun lahu waladun wawaritsahu abawaahu fali-ummihi altstsulutsu fa-in kaana lahu ikhwatun fali-ummihi alssudusu min ba'di washiyyatin yuushii bihaa aw daynin aabaaukum wa-abnaaukum laa tadruuna ayyuhum aqrabu lakum naf'an fariidhatan mina allaahi inna allaaha kaana 'aliiman hakiimaan)

Artinya :
Allah mensyari´atkan bagimu perihal (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan; dan jikalau anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jikalau anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jikalau yang meninggal itu mempunyai anak; jikalau orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya menerima sepertiga; jikalau yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya menerima seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sehabis dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sehabis dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kau tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih akrab (banyak) keuntungannya bagimu. Ini yakni ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ أَزْوَاجُكُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُنَّ وَلَدٌ ۚ فَإِنْ كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ ۚ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِينَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ ۚ وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَكُمْ وَلَدٌ ۚ فَإِنْ كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُمْ ۚ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ ۗ وَإِنْ كَانَ رَجُلٌ يُورَثُ كَلَالَةً أَوِ امْرَأَةٌ وَلَهُ أَخٌ أَوْ أُخْتٌ فَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ ۚ فَإِنْ كَانُوا أَكْثَرَ مِنْ ذَٰلِكَ فَهُمْ شُرَكَاءُ فِي الثُّلُثِ ۚ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصَىٰ بِهَا أَوْ دَيْنٍ غَيْرَ مُضَارٍّ ۚ وَصِيَّةً مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَلِيمٌ ﴿ ١٢

(walakum nishfu maa taraka azwaajukum in lam yakun lahunna waladun fa-in kaana lahunna waladun falakumu alrrubu'u mimmaa tarakna min ba'di washiyyatin yuushiina bihaa aw daynin walahunna alrrubu'u mimmaa taraktum in lam yakun lakum waladun fa-in kaana lakum waladun falahunna altstsumunu mimmaa taraktum min ba'di washiyyatin tuushuuna bihaa aw daynin wa-in kaana rajulun yuuratsu kalaalatan awi imra-atun walahu akhun aw ukhtun falikulli waahidin minhumaa alssudusu fa-in kaanuu aktsara min dzaalika fahum syurakaau fii altstsulutsi min ba'di washiyyatin yuushaa bihaa aw daynin ghayra mudaarrin washiyyatan mina allaahi waallaahu 'aliimun haliimun)

Artinya :
Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jikalau mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kau menerima seperempat dari harta yang ditinggalkannya sehabis dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kau tinggalkan jikalau kau tidak mempunyai anak. Jika kau mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kau tinggalkan sehabis dipenuhi wasiat yang kau buat atau (dan) sehabis dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik pria maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara pria (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jikalau saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sehabis dipenuhi wasiat yang dibentuk olehnya atau sehabis dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada mahir waris). (Allah memutuskan yang demikian itu sebagai) syari´at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.

b. Q.S. an-Nisa’/4:176:

يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ اللَّهُ يُفْتِيكُمْ فِي الْكَلَالَةِ ۚ إِنِ امْرُؤٌ هَلَكَ لَيْسَ لَهُ وَلَدٌ وَلَهُ أُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَ ۚ وَهُوَ يَرِثُهَا إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهَا وَلَدٌ ۚ فَإِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثَانِ مِمَّا تَرَكَ ۚ وَإِنْ كَانُوا إِخْوَةً رِجَالًا وَنِسَاءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ ۗ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ أَنْ تَضِلُّوا ۗ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ ﴿ ١٧٦

(yastaftuunaka quli allaahu yuftiikum fii alkalaalati ini imruun halaka laysa lahu waladun walahu ukhtun falahaa nishfu maa taraka wahuwa yaritsuhaa in lam yakun lahaa waladun fa-in kaanataa itsnatayni falahumaa altstsulutsaani mimmaa taraka wa-in kaanuu ikhwatan rijaalan wanisaa-an falildzdzakari mitslu hazhzhi aluntsayayni yubayyinu allaahu lakum an tadhilluu waallaahu bikulli syay-in 'aliimun)

Artinya :
Mereka meminta aliran kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: "Allah memberi aliran kepadamu perihal kalalah (yaitu): jikalau seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang pria mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jikalau ia tidak mempunyai anak; tetapi jikalau saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jikalau mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan, maka bahagian seorang saudara pria sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menandakan (hukum ini) kepadamu, supaya kau tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

c. Q.S an-Nahl/16:75

ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا عَبْدًا مَمْلُوكًا لَا يَقْدِرُ عَلَىٰ شَيْءٍ وَمَنْ رَزَقْنَاهُ مِنَّا رِزْقًا حَسَنًا فَهُوَ يُنْفِقُ مِنْهُ سِرًّا وَجَهْرًا ۖ هَلْ يَسْتَوُونَ ۚ الْحَمْدُ لِلَّهِ ۚ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ ﴿ ٧٥

(dharaba allaahu matsalan 'abdan mamluukan laa yaqdiru 'alaa syay-in waman razaqnaahu minnaa rizqan hasanan fahuwa yunfiqu minhu sirran wajahran hal yastawuuna alhamdu lillaahi bal aktsaruhum laa ya'lamuuna)

Artinya :
Allah menciptakan perumpamaan dengan seorang hamba sahaya yang dimiliki yang tidak sanggup bertindak terhadap sesuatupun dan seorang yang Kami beri rezeki yang baik dari Kami, kemudian ia menafkahkan sebagian dari rezeki itu secara sembunyi dan secara terang-terangan, adakah mereka itu sama? Segala puji hanya bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka tiada mengetahui.

d. Q.S al-Ahzab/33:4

مَا جَعَلَ اللَّهُ لِرَجُلٍ مِنْ قَلْبَيْنِ فِي جَوْفِهِ ۚ وَمَا جَعَلَ أَزْوَاجَكُمُ اللَّائِي تُظَاهِرُونَ مِنْهُنَّ أُمَّهَاتِكُمْ ۚ وَمَا جَعَلَ أَدْعِيَاءَكُمْ أَبْنَاءَكُمْ ۚ ذَٰلِكُمْ قَوْلُكُمْ بِأَفْوَاهِكُمْ ۖ وَاللَّهُ يَقُولُ الْحَقَّ وَهُوَ يَهْدِي السَّبِيلَ ﴿ ٤

(maa ja'ala allaahu lirajulin min qalbayni fii jawfihi wamaa ja'ala azwaajakumu allaa-ii tuzhaahiruuna minhunna ummahaatikum wamaa ja'ala ad'iyaa-akum abnaa-akum dzaalikum qawlukum bi-afwaahikum waallaahu yaquulu alhaqqa wahuwa yahdii alssabiila)

Artinya :
Allah sekali-kali tidak mengakibatkan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya; dan Dia tidak mengakibatkan istri-istrimu yang kau zhihar itu sebagai ibumu, dan Dia tidak mengakibatkan belum dewasa angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. Dan Allah menyampaikan yang sesungguhnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar).

2. As-Sunnah
a. Hadis dari Ibnu Mas’ud berikut.
Dari Ibnu Mas’ud, katanya: Bersabda Rasulullah saw..:

تَعَلَّمُوا القُرْانَ وَعَلَّمُوْهُ النَّاسَ, وَتَعَلَّمُوْا الفَرَائِضَ وَعَلَّمُوْهَا النَّاسَ, فَإنِّى امْرُؤٌ مَقْبُوْضٌ وَالعِلْمُ مَرْفُوْعٌ وَيُوشِكُ أَنْ يَخْتَلِفَ اثْنَانِ فِى الفَرِيْضَةِ فَلاَ يَجِدَانِ أَحَدًا يُخْبِرُهَا

Artinya:
“Pelajarilah al-Quran dan ajarkanlah ia kepada manusia, dan pelajarilah al faraidh dan ajarkanlah ia kepada manusia. Maka sesungguhnya saya ini insan yang akan mati, dan ilmu pun akan diangkat. Hampir saja nanti akan terjadi dua orang yang berselisih perihal pembagian harta warisan dan masalahnya; maka mereka berdua pun tidak menemukan seseorang yang memberitahukan pemecahan masalahnya kepada mereka”. (HR. Ahmad).

b. Hadis dari Abdullah bin ‘Amr, bahwa Nabi saw. bersabda:

الْعِلْمُ ثَلَاثَةٌ وَمَا سِوَى ذَلِكَ فَھُوَ فَضْلٌ آیَةٌ مُحْكَمَةٌ أَوْ سُنَّةٌ قَائِمَةٌ أَوْ فَرِیضَة عَادِلَة

Artinya:
“Ilmu itu ada tiga macam dan yang selain yang tiga macam itu sebagai embel-embel saja: ayat muhkamat, sunnah yang tiba dari Nabi dan faraidh yang adil”. (¦HR. Abμ Daμd dan Ibnu Majah).

Berdasarkan kedua hadis di atas, maka mempelajari ilmu faraidh yakni fardhu kifayah, artinya semua kaum muslimin akan berdosa jikalau tidak ada sebagian dari mereka yang mempelajari ilmu faraidh dengan segala kesungguhan.

3. Posisi Hukum Kewarisan Islam di Indonesia
Hukum kewarisan Islam di Indonesia merujuk kepada ketentuan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), mulai pasal 171 diatur perihal pengertian pewaris, harta warisan dan mahir waris. Kompilasi Hukum Islam merupakan kesepakatan para ulama dan perguruan tinggi tinggi berdasarkan Inpres No. 1 Tahun 1991. Yang masih menjadi perdebatan hangat yakni keberadaan pasal 185 perihal mahir waris pengganti yang memang tidak diatur dalam fiqih Islam.

Di bawah ini secara ringkas sanggup dikemukakan tabel aturan waris Islam berdasarkan Kompilasi Hukum Islam.
Sebab/
Hubungan
Ahli
Waris
Syarat Perolehan
Harta Waris
Dasar Hukum
AlQur’an /Hadits Ps KHI
A Perkawinan (yang masih terikat status) 1 Istri / Janda Bila tidak ada anak/cucu 1/4 An-Nisa’ 12 180
Bila ada anak/cucu 1/8
2
Suami / Duda
Bila tidak ada anak/cucu 1/2 An-Nisa’ 12 179
Bila ada anak/cucu 1/4
B NASAB 1 Anak Perempuan Sendirian (tidak ada anak dan cucu lain) 1/2 An-Nisa’ 11 176
Dua atau anak perempuan tidak ada anak atau cucu laki-laki 2/3
2 Anak Laki-Laki Sendirian atau bersama anak / cucu lain (laki-laki atau perempuan) Ashobah (sisa seluruh harta setelah dibagi pembagian lain) An-Nisa’ 11 dan Hadist 01

Keterangan : Pembagian antara pria dan perempuan 2 banding 1
3 Ayah Kandung Bila tidak ada anak / cucu 1/3 An-Nisa’ 11 177
Bila ada anak / cucu 1/6
4 Ibu Kandung Bila tidak ada anak/cucu dan tidak ada dua saudara atau lebih dan tidak bersama Ayah Kandung 1/3 An-Nisa’ 11 178
Bila ada anak/cucu dan / atau ada dua saudara atau lebih dan tidak bersama Ayah Kandung 1/6
Bila tidak ada anak/cucu dan tidak ada dua saudara atau lebih tetapi  bersama Ayah Kandung 1/3 dari sisa sehabis diambil istri/janda atau suami/duda An-Nisa’ 11
5 Saudara pria atau perempuan seibu Sendirian tidak ada anak / cucu dan tidak ada Ayah Kandung 1/6 An-Nisa’ 12 181
Dua orang lebih tidak ada anak / cucu dan tidak ada Ayah Kandung 1/3
6 Saudara perempuan kandung atau seayah Sendirian tidak ada anak / cucu dan tidak ada Ayah Kandung 1/2 An-Nisa’ 12 182
Dua orang lebih tidak ada anak / cucu dan tidak ada Ayah Kandung 2/3
7 Saudara pria kandung atau seayah Sendirian atau bersama saudara lain dan tidak ada anak / cucu DAN tidak ada ayah kandung Ashobah (sisa seluruh harta setelah dibagi pembagian lain) An-Nisa’ 12 dan Hadits 01
Keterangan : Pembagian antara pria dan perempuan 2 banding 1
8 Cucu / keponakan (anak saudara) Menggantikan kedudukan orang tuanya yang menjadi mahir waris. Persyaratan berlaku sesuai kedudukan mahir waris yang diganti Sesuai yang diganti kedudukannya sebagai mahir waris Tidak ada / Ijtihad 185

C. Ketentuan Mawaris dalam Islam
1. Ahli Waris
Jumlah mahir waris yang berhak mendapatkan harta warisan dari seseorang yang meninggal dunia ada 25 orang, yaitu 15 orang dari mahir waris pihak pria yang biasa disebut mahir waris ashabah (yang bagiannya berupa sisa setelah diambil oleh Zawil furμd) dan 10 orang dari mahir waris pihak perempuan yang biasa disebut mahir waris zawil furμd (yang bagiannya telah ditentukan).
Ajaran Islam tidak hanya mengatur problem ibadah Meraih Berkah dengan Mawaris
2. Syarat-Syarat Mendapatkan Warisan
Seorang muslim berhak mendapatkan warisan apabila memenuhi syaratsyarat sebagai berikut.
  1. Tidak adanya salah satu penghalang dari penghalang-penghalang untuk mendapatkan warisan.
  2. Kematian orang yang diwarisi, walaupun final hayat tersebut berdasarkan vonis pengadilan. Misalnya hakim memutuskan bahwa orang yang hilang itu dianggap telah meninggal dunia.
  3. Ahli waris hidup pada ketika orang yang memberi warisan meninggal dunia. Jadi, jikalau seorang perempuan mengandung bayi, kemudian salah seorang anaknya meninggal dunia, maka bayi tersebut berhak mendapatkan warisan dari saudaranya yang meninggal itu, lantaran kehidupan janin telah terwujud pada ketika final hayat saudaranya terjadi.

3. Sebab-Sebab Menerima Harta Warisan
Seseorang mendapatkan harta warisan disebabkan salah satu dari beberapa alasannya sebagai berikut.
  1. Nasab (keturunan), yakni kerabat yaitu mahir waris yang terdiri dari bapak dari orang yang diwarisi atau anak-anaknya beserta jalur kesampingnya saudara-saudara beserta belum dewasa mereka serta paman-paman dari jalur bapak beserta belum dewasa mereka. Allah Swt. berfirman dalam Q.S. an-Nisa’/4:33: “Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan ibu bapak dan karib kerabat, Kami jadikan pewaris-pewarisnya...”
  2. Pernikahan, yaitu janji yang sah untuk menghalalkan berafiliasi suami isteri, walaupun suaminya belum menggaulinya serta belum berduaan dengannya. Allah Swt. berfirman dalam Q.S. an-Nisa’/4:12: “Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jikalau mereka tidak mempunyai anak.” Suami istri sanggup saling mewarisi dalam talak raj’i selama dalam masa idah dan ba’in, jikalau suami menalak istrinya ketika sedang sakit dan meninggal dunia lantaran sakitnya tersebut.
  3. Wala’, yaitu seseorang yang memerdekakan budak pria atau budak wanita. Jika budak yang dimerdekakan meninggal dunia sedang ia tidak meninggalkan mahir waris, maka hartanya diwarisi oleh yang memerdekakannya itu. Rasulullah saw. bersabda, “. . . Wala’ itu milik orang yang memerdekakannya . . .” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

4. Sebab-Sebab Tidak Mendapatkan Harta Warisan
Sebab-sebab yang menghalangi mahir waris mendapatkan kepingan warisan yakni sebagai berikut.
  1. Kekafiran. Kerabat yang muslim tidak sanggup mewarisi kerabatnya yang kafir, dan orang yang kafir tidak sanggup mewarisi kerabatnya yang muslim. Dari Usamah bin Zaid radliallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Orang muslim tidak mewarisi orang kafir, dan orang kafir tidak mewarisi orang muslim.” (H.R. Bukhari).
  2. Pembunuhan. Jika pembunuhan dilakukan dengan sengaja, maka pembunuh tersebut tidak sanggup mewarisi yang dibunuhnya, berdasarkan hadis Nabi saw.: “Pembunuh tidak berhak mendapatkan apapun dari harta peninggalan orang yang dibunuhnya.” (¦R. Ibnu Abdil Bar)
  3. Perbudakan. Seorang budak tidak sanggup mewarisi ataupun diwarisi, baik budak secara utuh ataupun sebagiannya
  4. Perzinaan. Seorang anak yang terlahir dari hasil perzinaan tidak sanggup diwarisi dan mewarisi bapaknya. Ia hanya sanggup mewarisi dan diwarisi ibunya.
  5. Li’an. Anak suami isteri yang melaksanakan li’an tidak sanggup mewarisi dan diwarisi bapak yang tidak mengakuinya sebagai anaknya. Hal ini diqiyaskan dengan anak dari hasil perzinaan.

5. Ketentuan Pembagian Harta Harisan
Pembagian harta warisan dari seseorang yang meninggal dunia merupakan hal yang terakhir dilakukan. Ada beberapa hal yang harus dilakukan sebelum harta warisan dibagikan. Selain pengurusan jenazah, wasiat dan hutang si mayatlah yang harus terlebih dahulu ditunaikan. Dalam al-Quran terdapat ayat-ayat yang menegaskan bahwa pembagian harta warisan dilaksanakan setelah penunaian wasiat dan utang si mayit, menyerupai yang terdapat dalam Q.S. an-Nisa’/4:11.

a. Ahli waris Z±wil Furμd
Ahli waris yang memperoleh kadar pembagian harta warisan telah diatur oleh Allah Swt. dalam Q.S. an-Nisa’/4 dengan pembagian terdiri dari enam kelompok, klarifikasi sebagaimana di bawah ini.

1) Mendapat ½
  • a) Suami, jikalau istri yang meninggal tidak ada anak laki-laki, cucu perempuan atau pria dari anak laki-laki.
  • b) Anak perempuan, jikalau tidak ada saudara pria atau saudara perempuan.
  • c) Cucu perempun, jikalau sendirian; tidak ada cucu pria dari anak laki-laki
  • d) Saudara perempuan sekandung jikalau sendirian; tidak ada saudara laki-laki, tidak ada bapak, tidak ada anak atau tidak ada cucu dari anak laki-laki.
  • e) Saudara perempuan sebapak sendirian; tidak ada saudara lakilaki, tidak ada bapak atau cucu pria dari anak laki-laki.

2) Mendapat ¼
  • a) Suami, jikalau istri yang meninggal tidak mempunyai anak pria atau cucu pria atau perempuan dari anak laki-laki.
  • b) Istri, jikalau suami yang meninggal tidak mempunyai anak pria atau cucu pria atau perempuan dari anak laki-laki.

3) Mendapat 1/8
Yang berhak mendapatkan kepingan 1/8 yakni istri, jikalau suami mempunyai anak atau cucu pria atau perempuan dari anak lakilaki. Jika suami mempunyai istri lebih dari satu, maka 1/8 itu dibagi rata di antara semua istri.

4) Mendapat 2/3
  • a) Dua anak perempuan atau lebih, jikalau tidak ada anak laki-laki.
  • b) Dua cucu perempuan atau lebih dari anak laki-laki, jikalau tidak ada anak pria atau perempuan sekandung.
  • c) Dua saudara perempuan sekandung atau lebih, jikalau tidak ada saudara perempuan sebapak atau tidak ada anak pria atau perempuan sekandung atau sebapak.
  • d) Dua saudara perempuan sebapak atau lebih, jikalau tidak ada saudara perempuan sekandung, atau tidak ada anak pria atau perempuan sekandung atau sebapak.

5) Mendapat 1/3
  • a) Ibu, jikalau yang meninggal dunia tidak mempunyai anak laki-laki, cucu perempuan atau pria dari anak laki-laki, tidak mempunyai dua saudara atau lebih baik pria atau perempuan.
  • b) Dua saudara seibu atau lebih, baik pria atau perempuan, jikalau yang meninggal tidak mempunyai bapak, kakek, anak laki-laki, cucu pria atau perempuan dari anak laki-laki.
  • c) Kakek, jikalau bersama dua orang saudara kandung laki-laki, atau empat saudara kandung perempuan, atau seorang saudara kandung pria dan dua orang saudara kandung perempuan.

6) Mendapat 1/6
  • a) Ibu, jikalau yang meninggal dunia mempunyai anak pria atau cucu laki-laki, saudara pria atau perempuan lebih dari dua yang sekandung atau sebapak atau seibu.
  • b) Nenek, jikalau yang meninggal tidak mempunyai ibu dan hanya ia yang mewarisinya. Jika neneknya lebih dari satu, maka bagiannya dibagi rata.
  • c) Bapak secara mutlak menerima 1/6, baik orang yang meninggal mempunyai anak atau tidak.
  • d) Kakek, jikalau tidak ada bapak.
  • e) Saudara seibu, baik pria atau perempuan, jikalau yang meninggal dunia tidak mempunyai bapak, kakek, anak laki-laki, cucu perempuan atau pria dari anak laki-laki
  • f ) Cucu perempuan dari anak laki-laki, jikalau bersama dengan anak perempuan tunggal; tidak ada saudara laki-laki, tidak ada anak pria paman dari bapak.
  • g) Saudara perempuan sebapak, jikalau ada satu saudara perempuan sekandung, tidak mempunyai saudara pria sebapak, tidak ada ibu, tidak ada kakek, tidak ada anak laki-laki.

b. Ahli Waris ‘Asabah
Ahli waris asabah yakni perolehan kepingan dari harta warisan yang tidak ditetapkan bagiannya dalam furμd yang enam (1/2, 1/4, 1/3, 2/3, 1/6,1/8), tetapi mengambil sisa warisan setelah ashabul furμd mengambil bagiannya. Ahli waris ashabah sanggup mendapatkan seluruh harta warisan jikalau ia sendirian, atau mendapatkan sisa warisan jikalau ada mahir waris lainnya, atau tidak mendapatkan apa-apa jikalau harta warisan tidak tersisa.
  1. Ahli waris ‘asabah mengambil seluruh harta warisan, jikalau ia sendiri atau tidak ada mahir waris lain. Misalnya seseorang wafat meninggalkan seorang anak pria Seorang anak pria memperoleh seluruh harta a£abah.
  2. Ahli waris ‘asabah mengambil sisa warisan setelah mahir waris furμd Misalnya Seorang wafat meninggalkan istri, anak perempuan, ibu dan paman, Istri memperoleh 1/8 berdasarkan ketentuan furμd. Anak Perempuan memperoleh 1/2 berdasarkan ketentuan furμd. Ibu memperoleh 1/6 berdasarkan ketentuan furμd. Paman memperoleh sisanya secara ‘a£abah
  3. Jika harta warisan tidak tersisa, mahir waris ‘asabah tidak mendapatkan apa-apa Misalnya Seorang wafat meninggalkan dua saudara kandung perempuan, dua saudara perempuan seibu dan anak saudara (kemenakan). Dua saudara kandung perempuan memperoleh 2/3 berdasarkan ketentuan furμd. Dua saudara perempuan seibu memperoleh 2/3 berdasarkan ketentuan furμd maka anak saudara (kemenakan) Tidak mendapatkan apa-apa

Ahli waris ‘asabah terbagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut.
1. Asabah binnasab (hubungan nasab), terbagi menjadi 3 kepingan yaitu:
  • a) Asabah bi an-nafsi, yaitu semua mahir waris pria (kecuali suami, saudara pria seibu, dan mu’tiq yang memerdekakan budak),
  • b) Asabah bil ghair. Ahli waris ‘a£abah bil ghair ada empat (4), semuanya dari kelompok wanita. Dinamakan ‘ashabah bil ghair yakni lantaran hak ‘asabah keempat perempuan itu bukanlah lantaran kedekatan kekerabatan mereka dengan pewaris, tetapi lantaran adanya ‘a£abah lain (‘asabah bin nafsih)
  • Asabah ma’al gair. Ashabah ma'al Ghair ini khusus bagi para saudara kandung perempuan maupun saudara perempuan seayah apabila mewarisi bersamaan dengan anak perempuan yang tidak mempunyai saudara laki-laki.

2. Asabah bissabab (karena Sebab)
Yang termasuk ‘asabah bissabab (karena sebab) yakni orang-orang yang membebaskan budak, baik pria atau perempuan.

D. Mempraktikkan Pelaksanaan Pembagian Waris dalam Islam
Di bawah ini diberikan contoh-contoh masalah (masalah) dan pembagian warisan berdasarkan syariat Islam.

Contoh 1 :
Seseorang meninggal dunia, meninggalkan harta sebesar Rp.180.000.000,00. Ahli warisnya terdiri atas istri, ibu dan 2 anak laki-laki. Hasilnya adalah:
Pembagian kepingan Isteri 1/8, Ibu 1/6 dan 2 anak pria ‘a£abah. Asal masalahnya dari 1/8 dan 1/6 (KPK = Kelipatan Persekutuan Terkecil dari bilangan penyebut 8 dan 6) yakni 24.

Maka pembagiannya adalah:
  1. Istri : 1/8 x 24 x Rp. 180.000.000,00 = Rp. 22.500.000,00
  2. Ibu : 1/6 x 24 x Rp. 180.000.000,00 = Rp. 30.000.000,00
  3. Dua anak pria : 24 – (3+4 ) x Rp. 180.000.000,00 = Rp.127.500.000,00. Masing-masing anak pria memperoleh mawaris sebesar = Rp. 127.500.000,00 : 2 = Rp.63.750.000,00

Contoh 2 :
Penghitungan dengan memakai ‘aul. Seseorang meninggal dunia, meninggalkan harta sebesar Rp. 42.000.000. Ahli warisnya terdiri atas suami dan 2 saudara perempuan sekandung. Pembagian karenanya yakni sebagai berikut.

Bagian suami 1/2 dan kepingan dua saudara perempuan sekandung 2/3. Asal masalahnya dari 1/2 dan 2/3 (KPK= Kelipatan Persekutuan Terkecil dari bilangan penyebut 2 dan 3) yakni 6, sementara pembilangnya yakni 7, maka terjadi 7/6. Untuk penghitungan dalam masalah ini harus menggunakan
‘aul, yaitu dengan menyamakan penyebut dengan pembilangnya. (aulnya:1), sehingga masing-masing kepingan menjadi.
  1. Suami mendapatkan : 3/7 × Rp. 42.000.000=Rp.18.000.000,00
  2. Dua saudara perempuan sekandung : 4/7 × Rp. 42.000.000=Rp.24.000.000,00

Contoh 3 :
Penghitungan dengan memakai rad. Seorang meninggal dunia, meninggalkan harta sebesar 120.000.000. Ahli warisnya terdiri dari ibu dan seorang anak perempuan. Pembagian karenanya yakni sebagai berikut.

Bagian ibu 1/6 dan kepingan satu anak perempuan yakni 1/2. Asal masalahnya dari 1/6 dan 1/2 (KPK dari bilangan penyebut 6 dan 2) yakni 6. Maka kepingan masing-masing yakni 1/6 dan 3/6. Dalam hal ini masih tersisa harta waris sebanyak 2/6. Untuk penghitungan dalam masalah ini harus memakai rad, yaitu membagikan kembali harta waris yang tersisa kepada mahir warisnya.

Jika dilihat kepingan ibu 1/6 dan satu anak perempuan 3/6, maka perbandingannya yakni 1:3, maka 1/6 + 3/6 = 4/6, dijadikan 4/4 dengan perbandingan 1:3, maka karenanya adalah.
  1. Ibu mendapatkan : 1/4 × Rp.120.000.000,00 = Rp.30.000.000,00
  2. Satu anak perempuan mendapatkan : 3/4 × Rp.120.000.000,00 = Rp.90.000.000,00

E. Manfaat Hukum Waris Islam
Hukum waris Islam ini memberi jalan keluar yang adil untuk semua mahir waris. Berikut ini, beberapa manfaat yang sanggup dirasakan, yaitu sebagai berikut.
  1. Terciptanya ketenteraman hidup dan suasana kekeluargaan yang harmonis. 
  2. Menciptakan keadilan dan mencegah konflik pertikaian. 
  3. Peduli Kepada Orang Lain sebagai Cerminan Pelaksanaan Ketentuan Waris dalam Islam. Melaksanakan sepuluh asas dalam aturan waris Islam,yaitu;.Asas integrity/ ketulusan (Q.S Ali ‘Imran/3: 85)Asas ta’abbudi /penghambaan diri (Q.S. An Nissa’/4: 13-14),Asas Huququl Maliyah/Hak-Hak kebendaan (KHI pasal 175),Asas Huququn thabi’iyah /Hal-Hak Dasar, Asas ijbari /keharusan, kewajiban,Asas bilateral, (Q.S. An-Nisaa’/4:7dan Q.S. An-Nisaa’/4:11-12) (Q.S. An-Nisaa’/4:176), Asas individual, (Q.S. An-Nisaa’/4:8 dan Q.S. An-Nisaa’/4:33), Asas keadilan yang berimbang (Q.S. Al-Baqarah /2:233 dan Q.S. Ath- Thalaaq/65:7), Asas kematian, dan Asas membagi habis harta warisan. (KHI Pasal; 192 & 193),akan menumbuhkan kepedulian kepada orang lain sebagai cerminan pelaksanaan ketentuan waris dalam Islam.

F. Menerapkan Perilaku Mulia
Sikap dan sikap mulia yang harus kita kembangkan sebagai implementasi dari penerapan aturan mawaris antara lain menyerupai berikut ini.
  1. Meyakini bahwa aturan waris merupakan ketetapan Allah Swt. yang paling lengkap dijelaskan oleh al-Quran dan hadis Nabi.
  2. Hukum untuk mempelajari ilmu waris yakni fardzu kifayah, lantaran itu setiap muslim harus ada yang mempelajarinya.
  3. Meninggalkan keturunan dalam keadaan berkecukupan lebih baik dari pada meninggalkannya dalam keadaan miskin, lantaran Islam memerintahkan,”Berikanlah sesuatu hak kepada orang yang mempunyai hak itu”(¦R.al-Khamsah,kecuali an-Nasai).
  4. Seseorang sebelum meninggal sebaiknya berwasiat, yaitu pesan seseorang ketika masih hidup biar hartanya disampaikan kepada orang tertentu atau tujuan lain, yang harus dilaksanakan setelah orang yang berwasiat itu meninggal (Q.S.an-Nisa’/4:11).
  5. Ayat-ayat al-Quran dalam menjelaskan pembagian harta kepada mahir waris menempatkan urutan kewarisan secara sistimatis didasarkan atas jauh dekatnya seseorang kepada si mayit yang meninggalkan harta warisan. 
  6. Berhukum dengan aturan waris Islam merupakan suatu kewajiban, lantaran setiap pribadi, apakah ia pria atau perempuan dari mahir waris, berhak mempunyai harta benda hasil peninggalan sesuai ketentuan syariat Islam secara adil.

Tidak ada komentar untuk "Meraih Berkah Dengan Mawaris"